Tak ada politisi yang menolak program perbaikan kesejahteraan pegawai negeri. Yang membuat politisi bergejolak adalah, kenapa Departemen Keuangan yang dijadikan pilot project remunerasi oleh Sri Mulyani? Terlalu dipaksakan dan berpotensi menimbulkan kecemburuan.

Waktu itu DPR sedang menjalani masa reses. Hari Senin, tanggal 6 bulan Agustus 2007. Rapat Kerja Panitia Anggaran DPR periode 2004-2009, akhirnya menyetujui usulan pemerintah, yang diwakili oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani, untuk mengalokasikan dana sebesar Rp 5,46 Triliun untuk reformasi birokrasi.

Disepakati, anggaran itu akan dibebankan pada APBN 2008. Sebagai pilot project, program akan diberlakukan di Departemen Keuangan. Saat itu, Menkeu Sri Mulyani meyakinkan bahwa dana sejumlah itu sudah tersedia bagi semua lembaga negara maupun departemen dan kementerian untuk periode 2008.

Sri Mulyani merinci, anggaran gaji baru untuk 62.000 pegawai Depkeu tahun 2007 sebesar Rp 3,496 triliun. Sementara, empat lembaga lainnya, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Pemeriksa Keuangan, Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, dan Mahkamah Agung, akan men­erima anggaran remunerasi mulai Tahun Anggaran 2008 setelah menyelesaikan program reformasinya.

Jadi, untuk tahun 2008, total anggaran pendukung reformasi bi­rokrasi pada kelima lembaga itu mencapai Rp 5,45 triliun. Namun, Sri Mulyani mengungkapkan, dari situ pemerintah juga akan memperoleh penerimaan Rp 700 miliar untuk dimasukkan ke kas negara. Bentuknya, Pajak Penghasilan (PPh) pegawai yang mendapatkan remunerasi tersebut.

Nah, khusus untuk tahun 2007, dalam pos anggaran belanja pegawai dan lain-lain dalam negeri terdapat dana sebesar Rp 1,999 triliun. Dana itu sudah dipakai Rp 1,588 triliun, sehingga tersisa Rp 410 miliar. Dengan demikian, ada kekurangan dana Rp 1,497 triliun untuk memenuhi kebutuhan remunerasi.

Inilah kemudian yang dipermasalahkan beberapa anggota dewan. Sebab, untuk menutupi kekurangan anggaran itu, Sri Mulyani meminta izin Panitia Anggaran untuk menggunakan dana dari pos anggaran lain. Yakni pos anggaran belanja pegawai transito, yang kemudian dimasukkan ke pos anggaran belanja pegawai lain-lain dalam negeri.

Pos anggaran belanja pegawai transito, yang dikelola oleh Depkeu, belakangan ternyata tidak diketahui oleh anggota Panitia Anggaran DPR. Artinya, ada pos-pos di Depkeu yang secara sengaja tidak dilaporkan kepada Panitia Anggaran.

Dari sinilah, Depkeu sebagai pilot project program remunerasi bisa dimulai. Sebab, program penambahan penghasilan pegawai tidak memerlukan tambahan dana. Depkeu hanya memindahkan dana dari pos anggaran lain ke pos anggaran belanja pegawai.

Reformasi Birokrasi kemudian dimulai di Depkeu. Program itu meliputi kenaikan gaji dan tunjangan pegawai, pembenahan organisasi, serta peningkatan transparansi dan pelayanan. Prioritas program remunerasi ini adalah untuk pegawai karir. Penghargaan diutamakan untuk karyawan yang memang berkarya dari bawah.

Selain itu, dilakukan juga penataan organisasi dengan membentuk kantor pajak modern, memfungsikan Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea & Cukai di Tanjung Priok dan Batam, dan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) yang baru terbangun 18 kantor dari 30 kantor yang direncanakan.

Selanjutnya, program ini menimbulkan reaksi meski disetujui oleh Panitia Anggaran DPR. Komisi XI DPR yang menjadi mitra kerja Menteri Keuangan merasa tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan remunerasi gaji pegawai Departemen Keuangan. Hal itu karena belum ada pembicaraan mengenai alokasi anggaran antara Komisi XI DPR dengan Menteri Keuangan.

Ketua Komisi XI DPR RI waktu itu, Awal Kusumah mengatakan, Depkeu baru menjelaskan program reformasi birokrasi secara umum. Depkeu, belum mengungkapkan secara rinci kebutuhan tambahan anggaran remunerasi sebagai implikasi dari program reformasi birokrasi. Apalagi, remunerasi yang dimaksud adalah Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara (TKPKN).

Walhasil, Panitia Anggaran DPR menyetujui program itu dengan berbagai catatan. Yaitu, meminta penjelasan rinci mengenai rencana besar reformasi birokrasi. Terutama, tentang tidak diperlukannya tambahan anggaran karena Depkeu hanya memindahkan dari pos anggaran lain ke pos anggaran anggaran belanja.

Malah, Ketua Panitia Anggaran, Emir Moeis dari F-PDIP, menegaskan bahwa persetujuan anggaran reformasi birokrasi itu akan dibicarakan secara khusus dalam panitia kerja yang akan dibentuk oleh panitia anggaran. Sehingga, remunerasi birokrasi bisa dilaksanakan ke seluruh lembaga. Bukan Depkeu saja![bersambung]

0 comments

Post a Comment

,