Suatu hari di bulan Februari 2007, di Yogyakarta. Beberapa saat, setelah Prof Boediono dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada.

Menteri Keuangan, yang saat itu dijabat oleh Sri Mulyani bertanya pada pejabat eselon II, III dan staf Depkeu:"Apakah kita berani mengadakan perbaikan kesejahteraan pegawai Depkeu? Kalau berani, maka kita harus berani juga diperlakukan diskriminasi..."

Di depan pejabat eselon II, eselon III dan staf Departemen Keuangan, Sri Mulyani di bulan Februari, tahun 2007 bercerita.

Bahwa, tidak mungkin Reformasi Birokrasi dilakukan, kalau take home pay pegawai negeri secara umum masih minim.

Sri Mulyani kemudian bercerita, bagaimana dirinya saat itu, menerima gaji sebagai Menteri sangat jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan penghasilannya ketika bertugas di IMF.

Sri Mulyani juga bercerita. Katanya, pernah ada seorang menteri yang menderita sakit, secara pribadi minta bantuan dana kepadanya karena tidak bisa membayar ongkos perawatan rumah sakit. Dari situ, Sri Mulyani menegaskan bahwa remunerasi harus

terjadi.

Di akhir pertemuan Yogya itu, Sri Mulyani membuka forum tanya-jawab. Tak ada pejabat eselon II, eselon III dan staf Depkeu yang mengajukan pertanyaan. Akhirnya, Sri Mulyanu berseloroh:"Nah, inilah ciri khas orang Indonesia. Satu tidak bertanya, semua tidak bertanya. Ini seperti penghasilan pegawai negeri, semua tidak mau dibeda-bedakan."

Beberapa minggu kemudian, dilakukan Rapat Pimpinan Depkeu. Kali ini, Sri Mulyani lebih tegas:"Kita harus mengadakan perbaikan kesejahteraan pegawai Depkeu? Kita harus berani melakukan diskriminasi. Caranya, perbaikan penghasilan itu harus diikuti dengan job grading. Yaitu, penentuan kembali diskripsi pekerjaan masing-masing pegawai."

Pada rapim berikutnya dan rapim berikutnya lagi, tema Sri Mulyani makin jelas: remunerasi.

Dan akhirnya, tema ini pun mulai berani dibicarakan secara terang-terangan oleh para pejabat Eselon I di Depkeu.

Meskipun, jauh sebelum Sri Mulyani menjadi Menteri Keuangan, perbaikan kesejahteraan pegawai sudah dilaksanakan di beberapa unit di lingkungan Depkeu.

Tunjangan Khusus Pembinaan Keuangan Negara (TKPKN), diam-diam sebenarnya sudah dilakukan oleh Direktorat-direktorat yang ada di Departemen Keuangan. Tentu saja, TKPKN di Direktorat Pengelolaan Utang, berbeda dengan TKPKN di lingkungan Ditjen Perbendahraan.

Pertanyaannya, darimana sumber dana itu berasal?

Bagi beberapa orang di Departemen Keuangan, ini bukan masalah sulit. Sebab, selain menguasai Penyusunan Laporan Keuangan Bagian Anggaran (BA) 15, yang memproses Laporan Realisasi Anggaran (LRA) ke Unit Akuntansi Pengguna Anggaran (UAPA), Depkeu juga mempunyai BA lain.

Salah satunya, Bagian Anggaran Pembiayaan & Perhitungan, atau yang dikenal sebagai BA-16, kemudian dipecah menjadi beberapa BA, antara lain BA 62, BA 69, BA 71 dan lain-lain. Dari sinilah sebelum Sri Mulyani menjadi Menteri Keuangan, TKPKN sudah mulai dijalankan. Tentu saja, secara diam-diam.[bersambung]

0 comments

Post a Comment

,