Suatu hari di bulan Juli 2007. Dalam sebuah Rapim Departemen Keuangan, Menkeu Sri Mulyani menegaskan bahwa remunerasi akan jadi kenyataan. Untuk itu, kepada masing-masing unit eselon I Depkeu, dipersilahkan mengatur langkah selanjutnya. Sehingga, para pegawai Depkeu dapat segera menikmati hasilnya...

Tak lama setelah itu, keluar Surat Edaran (SE) Sekretariat Jenderal Depkeu. Intinya, perlu diadakannya pemeringkatan kerja atau job grade. Pelaksana dari pemeringkatan itu diserahkan kepada Kepala Kantor Wilayah Depkeu, KPPN, KPBC atau KPP masing-masing.

Sempat muncul persoalan di masing-masing Direktorat di Departemen Keuangan. Terutama, bagaimana para Kepala Kantor itu harus melakukan pemeringkatan terhadap anak buahnya masing-masing. Sampai kemudian, ditawarkan suatu cara yang cepat. Yaitu, menyeragamkan grade.

Ada tiga grade yang dijadikan pemeringkatan. Yaitu: grade atas, grade tengah dan grade bawah. Ada beberapa kantor yang langsung melakukan, ada yang tidak. Malah, ada yang menunggu SK dari kantor pusat Depkeu untuk membuat pemeringkatan atau grade.

Hasilnya sama saja, masih ada persoalan dalam pemeringkatan. Ada kanwil yang menginstruksikan kepada seluruh kantor pelaksana di wilayahnya untuk memberlakukan dua grade.

Ada pula Kanwil yang menginstruksikan kepada seluruh kantor pelaksana di wilayahnya untuk memberlakukan satu grade. Dan, tidak ada Kanwil yang menginstruksikan seluruh Kantor Pelaksana di wilayahnya untuk memberlakukan tiga grade.

Yang memberlakukan dua grade, juga terjadi masalah antara Kanwil yang satu dengan Kanwil yang lain. Ada kanwil yang memberlakukan dua grade, yaitu atas dan tengah. Ada lagi Kanwil yang memberlakukan dua grade, yaitu tengah dan bawah.

Sementara, Kanwil yang memberlakukan satu grade, juga memberlakukan grade tengah atau bawah saja. Dan, tidak ada yang memberlakukan grade atas saja.

Masalah lain menyusul. Yaitu, para Kanwil membuat peraturan pelaksanaan sendiri-sendiri. Contohnya, ada Kanwil yang melarang

memindahkan seseorang dari tempatnya saat ini ke tempat lain, dengan alasan agar bisa dimulai dari grade yang lebih rendah.

Waktu itu, ada Subag umum yang masuk golongan II/a, pada saat pemeringkatan dia sudah duduk di Seksi dengan grade 6 atau 7.

Dia tidak boleh dipindahkan ke Subag Umum dengan alasan agar pegawai yang golongan II/a tersebut bisa ditempatkan di grade 4 atau 5.

Masalah lain juga muncul. Yaitu, grade yang sudah ditentukan oleh Kanwil akan dinilai oleh Tim Baperjakat. Jika Tim Baperjakat merasa tidak puas terhadap kinerja seseorang, Tim bisa memindahkan orang tersebut ke grade di bawahnya.

Selain masalah penggolongan dan jabatan, ada juga masalah pendidikan. Seseorang dengan jabatan rendah, karena mendaftar dari sarjana, jadi mendapat grade rendah. Begitu juga sebaliknya, ada yang sudah menduduki grade tengah, tapi karena mendaftar dengan ijazah SMA, jadi turun grade-nya.

Akhir tahun 2007, pemeringkatan ini mulai diatur dalam Surat Edaran masing-masing Dirjen di Depkeu. Isinya tentang Manajemen Peringkat, yaitu pemeringkatan ini disesuaikan setiap akhir semester. Secara garis besar, mekanismenya adalah:

(1) setiap minggu atasan langsung membuat catatan atas perilaku anak buahnya.

(2) setiap akhir bulan Tim Baperjakat mengadakan rekonsiliasi atas penilaian atasan langsung.

(3) Setiap akhir semester. Tim Baperjakat melakukan penyesuaian terhadap peringkat setiap pegawai di kantor tersebut.

Dengan pemeringkatan ini, seorang pejabat eselon IV, bisa mendapat take home pay sampai Rp 4 juta. Sementara, anak buahnya yang golongan II/a, yang bertugas sebagai supervisor di lapangan, bisa mendapat tambahan take home pay Rp 300 ribu, per bulan. Inilah remunerasi![bersambung]

0 comments

Post a Comment

,