Dalam pidatonya Mega menegaskan, PDIP akan menjadi partai penyeimbang pemerintah. Mega secara halus menolak keinginan Taufiq Kiemas berkoalisi dengan pemerintahan SBY-Boediono.
"Sebagai partai ideologis posisi kita sangat jelas. Kita tidak akan pernah menjadi bagian dari kekuasaan yang tidak berpihak pada wong cilik. Apalagi dari sudut ketatanegaraan yang kita anut, diskursus mengenai oposisi-koalisi tidak punya pondasi untuk diperdebatkan. Kita tidak perlu terjebak dalam diskursus semacam ini," papar Mega dengan berapi-api di Sanur, Bali, Selasa (6/4).
Mega juga menegaskan bahwa cita-cita yang melekat dalam sejarah PDIP jauh lebih besar dari sekadar urusan kursi di parlemen, sejumlah menteri, ataupun melangkah istana merdeka. PDIP diajarkan dan ditakdirkan oleh sejarah bahwa perjuangan mengangkat harkat-martabat wong cilik seperti yang dilakukan Bung Karno adalah lebih utama daripada urusan bagi-bagi kekuasaan.
"Saya ingin tegaskan bahwa dalam dialektika dengan rakyat tugas sejarah setiap kader akan dinilai dan tugas sejarah dari partai akan ditimbang. Saya berkeyakinan, dalam kegotong-royongan dan permusyawaratan dengan rakyat, masa depan PDI Perjuangan akan menemukan puncak keemasannya. Karenanya sebagai kader, kita harus berbangga bukan ketika kita bersekutu dengan kekuasaan, tapi ketika kita bersama-sama menangis dan bersama-sama tertawa dengan rakyat," tuturnya.
Di balik pidato yang sempat membuat Mega terisak itu, ternyata sentuhan tangan sang putra, Prananda Prabowo begitu kuat. Kutipan-kutipan pidato Bung Karno yang dibacakan Mega, ternyata adalah konsep dari Prananda.
"Pidato ibu Mega tadi salah satu konseptornya adalah Prananda. Ia ikut mengkonsep pidato itu bersama tim. Terutama pada bagian memberi ruh kutipan kata-kata Bung Karno. Bahkan penyunting terakhir itu pidato itu adalah Prananda," Wakil Sekjen PDIP Hasto Kristianto.
Hasto mengungkapkan, tema yang ingin dikedepankan Prananda itu adalah, bahwa PDIP butuh arah baru ke depan.
Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfie Hasan Ishaq menilai pidato Megawati Soekarnoputri telah menegaskan sikap politik PDIP sebagai partai oposisi. Ia pun mengapresiasikan pidato itu.
"Bagus. Sikapnya menarik. Kita memberi apresiasi tehadap sikap tersebut," kata Luthfie usai pembukaan Kongres III PDIP di Hotel Inna Grand Bali Beach, Sanur, Bali, Selasa (6/4). Ia mengaku, PKS menghargai sikap Mega yang menegaskan PDIP akan menjadi partai penyeimbang pemerintah.
Sementara itu, Ketua Deperpu PDIP Taufiq Kiemas (TK) tetap memiliki sikap berbeda dengan Megawati. TK menilai, pidato Mega tidaklah menunjukan sikap PDIP akan menjadi partai oposisi. "PDIP bakal tetap kritis. Pidato itu tak bisa dibilang koalisi tapi juga tidak bisa dibilang oposisi," ujar TK.
Suami Mega ini mengatakan, PDIP tetap memiliki peluang berkoalisi dengan SBY bila rakyat menghendakinya "Kan kata Ibu kalau rakyat menginginkan itu, ya enggak dilarang. Kalau rakyat enggak mau, ya susah juga," jawabnya.
Kongres III PDIP sedianya akan membahas sikap politik partai berlambang banteng moncong putih itu, apakah akan berkoalisi dengan pemerintah atau tetap menjadi partai oposisi penyeimbang. Namun, tanpa pembahasan itu, Mega telah mengobarkan semangat oposisi kepada seluruh kader PDIP.
Meski begitu, sikap yang digelorakan Mega dalam pidato politiknya itu tidak berarti menunjukkan PDIP antikekuasaan. Mega hanya menegaskan bahwa jika PDIP harus memegang tampuk pemerintahan, biarkan itu terjadi karena kehendak rakyat. Dan sebaliknya, jika rakyat menghendaki PDIP menjadi kekuatan penyeimbang agar prinsip checks and balances bisa berjalan, biarkan kehendak rakyat itu terjadi.
Post a Comment