Dunia medis telah lama berusaha memecahkan alasan di balik fenomena gagap. Temuan terbaru menyebutkan, gagap ternyata ada dalam gen. Oh ya? Beberapa ilmuwan medis, sempat menganggap gagap (stutter) adalah sebuah misteri. Selama puluhan tahun, mereka menyalahkan masalah emosional, orangtua yang tidak terlalu perhatian, dan guru yang menakutkan sebagai penyebabnya utamanya. Namun mereka kini telah menemukan gen-gen yang bisa menjelaskan beberapa kasus gagap. “Ini merupakan langkah yang sangat penting,” papar Presiden Stuttering Foundation Jane Fraser, dalam hasil riset yang dirilis dalam New England Journal of Medicine pekan ini. Periset yang ikut serta dalam studi pemerintah ini menemukan mutasi di tiga gen yang sepertinya menjadi penyebab masalah bicara di beberapa orang. Fenomena itu cenderung terjadi turun temurun dan riset-riset sebelumnya menunjukkan ada koneksi antargen. Hingga saat ini, periset masih belum bisa menemukan gen mana yang menjadi biang keroknya. Seorang ahli genetika dan penulis senior studi ini, Dennis Drayna mengatakan, ia berharap hasil ini membantu meyakinkan mereka yang meragukan. Bahwa gagap merupakan masalah biologis. Dengan demikian, ada kemungkinan penyembuhan gagap dengan terapi enzim suatu hari kelak. Sebelum ada penyebab yang jelas, gagap seringkali dikaitkan dengan beberapa hal. Seperti gugup (nervousness), kurang intelijensia, stres, dan bahkan bimbingan orangtua yang buruk (bad parenting). Pengidapnya mengatakan mereka tak bisa menghilangkan hal itu di kepala mereka. Fraser mengatakan, banyak orangtua yang anaknya gagap, menelepon dan khawatir mereka telah melakukan sesuatu yang buruk. “Temuan ini bisa menghilangkan kekhawatiran mereka,” lanjut Fraser. Sementara Drayna dan sejumlah ahli lainnya mengatakan stres dan kegelisahan bisa memperparah gagap. Ia meyakinkan, gagap bukanlah kelainan emosional. “Hal itu tidak datang dari interaksi dengan manusia lainnya,” imbuhnya. Gagap biasanya dimulai ketika anak-anak belajar bicara. Beberapa tak lagi mengalaminya ketika otak mereka mulai tumbuh. Namun beberapa lainnya, masih tetap mengalaminya. Drayna yang bekerja untuk Institute on Deafness and Other Communication Disorders mengakui, kelainan ini termasuk salah satu yang sulit dipelajari. Sebab, manusia sebagai obyek penelitiannya sehingga tak bisa diletakkan dalam tabung reaksi. Ia sendiri memulai studi itu dengan melihat secara umum, seperti sebuah keluarga asal Pakistan yang anggotanya banyak mengidap gagap. Kemudian, ditemukan mutasi pada kromosom 12. Peneliti menemukan mutasi yang sama dan dua gen termutasi lainnya dalam sebuah kelompok yang terdiri dari 400 orang dari Pakistan, AS, dan Inggris yang juga menderita gagap. Pada kelompok sama yang tidak mengalami gagap, mereka tak menemukan kelainan pada gen tersebut. Kecuali satu orang relawan asal Pakistan. Para ahli mengestimasi, tiga varian gen itu terdapat pada 9% dari seluruh kasus gagap. Tim itu memastikan, di antara 50%-70% kasus terdapat komponen genetis. Namun untuk lebih pastinya lagi, mereka hingga hari ini masih meneliti sejumlah kasus gagap. Seperti dikatakan Simon E Fisher dari Oxford University Inggris, yang merasa temuan ini barulah awal. Tiga gen yang ditunjuk tim Amerika itu membantu kinerja semacam ‘tempat sampah’ di mana sel membuang ‘kotoran’. Dalam kasus gagap, mutasi merecoki proses itu dan mempengaruhi sel otak yang mengendalikan berbicara. “Selama puluhan tahun mencari penyebab gagap, tak ada satupun yang menyebutkan sel yang diwariskan sebagai salah satunya,” ujarnya. Dua di antara gen itu sebelumnya juga dikaitkan dengan penyakit langka yang muncul ketika sel ‘tempat sampah’ tadi tidak berfungsi dengan baik. Beberapa kelainan serupa selama ini diobati dengan mengganti enzim yang hilang. Periset mengatakan, metode yang sama tampaknya bisa digunakan untuk terapi gagap.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Post a Comment