Pergeseran waktu memang tidak pernah terasa. Tahun 2009 meninggalkan jejaknya dan beranjak ke tahun 2010.
Tidak terasa perjalanan kehidupan pun dituntut untuk semakin dewasa, baik dalam menghadapi cobaan, rintangan maupun merencanakan sesuatu di masa mendatang. Sederetan kejadian tentunya sudah terbungkus rapi menjadi satu bangunan sejarah yang siap dipertanyakan anak bangsa dimasa yang akan datang. Dan evaluasi hidup pastinya akan mengiringi setiap evaluasi sejarah tersebut. Apakah nilai hidup semakin membaik dari tahun ke tahun atau sebaliknya.
Mengiringi kepergian tahun 2009 ini dan bersiap menyambut datangnya tahun 2010, sederetan cita-cita dan next planning tentunya sudah tersusun rapi demi perbaikan dan penyempurnaan di tahun semalam. Hal ini tentunya akan menandakan keseriusan setiap anak bangsa untuk ikut serta memikirkan apa yang harus dilakukan demi kesempurnaan dan kesejahteraan bangsa dan bernegara. Disamping itu pula, sederetan evaluasi terhadap perjalanan kehidupan selama berada di tahun 2009 juga harus menjadi bahan kajian demi penyempurnaan di masa mendatang.
Tidak salah jika kita mencita-citakan sebuah negara yang bersih, aman, sejahtera, pro rakyat dan memperioritaskan nilai-nilai bermasyarakat, baik dalam bidang politik, pendidikan, kesejahteraan dan sebagainya. Sama halnya dengan apa yang disebutkan Aristoteles sebagai Negara Utophia. Mencita-citakan sebuah bangunan perjalanan negara dengan konsep ideal dan bernilai sejahtera, aman dan berkeadilan.
Catatan akhir tahun kali ini akan sangat berkaitan dengan penanganan kasus-kasus hukum. Pertarungan antara kepastian hukum dengan kepatutan hukum menjadi nilai sentral yang menghangat menjelang pergantian tahun kali ini. Kasus Bibit Chandra, kasus Century, kasus nek Minah, kasus Pritha dan beberapa kasus lainnya yang dikaitkan dengan kepatutan putusan hukum atas dasar keadilan di mata masyarakat.
Oleh karenanya, patut untuk kita evaluasi bersama terkait dengan pembenahan kualitas hukum di Indonesia ke depannya. Ada dualisme ukuran keadilan di mata hukum yang dijadikan sebagai sebuah kelayakan. Pertama memenuhi hasrat kemanusiaan di mata masyarakat luas, atau memenuhi hasrat hukum sesuai dengan yuridis formalnya. Akan sangat riskan perbandingan hukum yang ditonjolkan jika kita menjebak keadilan dengan seseorang yang mencuri 3 biji kakao hukumannya setara dengan orang yang mencuri ratusan juta uang rakyat.
Oleh karenanya, pembenahan krusial yang patut di benahi secara tuntas adalah penanganan kasus-kasus hukum secara total. Membenahi nilai pertimbangan hukum yang melahirkan keputusan hukum. Mempertimbangkan nilai keadilan dari berbagai perspektif. Sehingga keadilan hukum tidak hanya dimaknai sebagai keadilan secara yuridis formal saja, melainkan keadilan hukum juga dipahami sebagai keadilan di mata masyarakat. Masyarakat harus patuh hukum, dan hukum harus mewarnai nilai keadilan di tengah-tengah masyarakat.
Tahun 2010, adalah tahun yang tepat untuk mengembalikan kewibawaan lembaga hukum di Indonesia ini. Hukum yang bisa mengakumulasi nilai keadilan di mata hukum, juga di mata masyarakat. Pencerahan di bidang hukum caranya dengan mereduksi kembali pertimbangan-pertimbangan hukum yang di ambil demi memberi keputusan hukum dengan asas kepatutan dan keadilan masyarakat.
2010; Melahirkan Good Governance
Pemerintah dalam setiap kesempatan selalu berusaha memberikan bukti bahwa sejauh perjalanan era reformasi ini, perjalanan pemerintahan sudah membaik. Hal ini mungkin bisa terasa salah satunya melalui transparansi pemerintahan, melalui pemilihan umum langsung dan beberapa hal lainnya yang berkaitan dengan perjalanan pemerintahan.
Namun, ada beberapa hal yang menurut saya perlu menjadi catatan bersama, khususnya bagi pemerintah dalam menyikapi dan usaha merealisasikan pemerintahan yang baik dan bersih. Diantaranya:
1. Dalam bidang kesejahteraan rakyat. Hal ini tentunya berkaitan dengan perekonomian dan pekerjaan. Penggusuran lapak pedagang kaki lima seolah sudah menjadi permasalahan yang rutin dibahas dan hal ini dari tahun ke tahun seolah tidak memiliki the winning solution. Pemerintah seolah masih saja berpegang teguh pada nilai nilai formal tanpa memperdulikan nilai subtansialnya. Sangat ironis jika alat penghidupan rakyat harus di versus kan dengan aturan tata kota. Dan sangat ironis juga jika solusi yang diberikan dalam menengahi masalah tersebut justru merugikan rakyat, baik dalam hal material maupun formal dari lokasi lapak pedagang kaki lima yang strategis dan banyak dikunjungi pembeli sampai pada pungutan biaya yang jauh lebih besar di tempat alternative yang disediakan.
2. Dalam bidang pendidikan. Masih terasa "setengah hati" perjalanan dan kualitas pendidikan yang baik di Indonesia ini. Kualitas subtansial dan kualitas formal sama-sama masih dalam keadaan yang memprihatinkan. Masih ada pemilahan sekolah kelas satu, kelas dua dan sangat jelas dan mudah untuk membuktikannya. Teori semakin mahal membayar, semakin baik kualitas sekolah dan pendidikannya seolah menjadi teori yang tidak bisa terbantahkan lagi. Maka tetaplah si miskin dengan ke bodohannya. Dan si kaya dengan ke pintarannya.
Pemerintah seharusnya sepenuh hati turun tangan menelaah kualitas pendidikan di Indonesia, anggaran yang besar dengan realisasi yang entah kemana. Jangan-jangan, sekolah yang bonafit dan berkelas justru mendapat subsidi pemerintah lebih besar daripada sekolah yang hampir rubuh, setengah tua dan guru-guru yang jauh dari nilai kesejahteraan. Hal ini harus menjadi perhatian yang lebih serius kedepannya.
3. Dalam bidang politik juga memiliki beberapa catatan, diantaranya ulah legislatif yang belakangan seolah memperlihatkan belangnya di depan rakyat. Para anggota legislatif baik daerah maupun pusat seolah-olah masih belum mencerminkan bahwa mereka adalah bayangan dari semua rakyat di Indonesia. Beberapa catatan kecil penulis yang juga menjadi keluhan banyak masyarakat, bahwa anggota legislative terkesan mementingkan kehidupan pribadinya dibanding keinginan masyarakat luas. Banyak hal lainnya yang bisa dipaparkan secara luas sebagai buah evaluasi di tahun 2009 untuk tahun 2010 ini.
Beberapa hal di atas dari beberapa bidang tertentu setidaknya cukup representative untuk mewakili betapa pedulinya masyarakat terhadap kinerja pemerintahan, dan betapa inginnya masyarakat merasakan nikmatnya bernegara dalam nuansa yang adil, sejahtera dan makmur disertai dengan transparansi tanpa marginalisasi, kastaisasi masyarakat.
Yang miskin tidak merasa miskin ketika bergumul dengan yang kaya, begitu juga sebaliknya. Tidak ada pembedaan dunia pendidikan bagi yang berduit maupun yang pas-pasan. Perlindungan yang utuh terhadap usaha dan pekerjaan masyarakat, baik yang kecil maupun kelas atas. Keinginan yang tentunya hanya akan menjadi utophia belaka jika ini hanya menjadi buah fikiran saja tanpa ada realisasi yang konkrit. Semoga negara kita akan menjadi negara yang mengedepankan nilai-nilai kemasyarakatan. Amin.***
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Post a Comment